DEPOK, KOMPAS.com - Kelompok teroris selama ini menyimpangkan makna jihad sebagai pembenaran atas tindakan kekerasan, bahkan pembunuhan, terhadap masyarakat. Padahal, jihad justru merupakan upaya mengerahkan pikiran dan energi untuk membangun kehidupan yang damai sesuai ajaran Islam.
Demikian disampaikan Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra, dalam diskusi "State of the Art: Terorisme, Radikalisme, dan Fundamentalisme" yang digelar Center for Terrorism and Strategic Studies Universitas Indonesia (UI) di Depok, Jawa Barat, Rabu (27/3/2013). Pembicara lain dalam diskusi itu adalah Guru Besar Antropologi UI Achmad Fedyani Saifuddin, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution, dan mantan aktivis Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas.
Azyumardi mengungkapkan, ada banyak faktor yang menjadi akar terorisme. Salah satunya adalah kegagalan banyak negara di dunia Islam untuk membangun politik-ekonomi yang menyejahterakan masyarakat. Hal ini memicu kekecewaan dan perlawanan terhadap negara dan dunia Barat yang dianggap mendukung negara tersebut.
Praktik ketidakadilan politik internasional seperti di Palestina atau serbuan Amerika Serikat ke Afganistan memicu kemarahan kalangan militan Muslim terhadap Barat atau Amerika. Secara teologis, sebagian kelompok militan meyakini janji surga bagi orang yang berani melancarkan serangan bom bunuh diri. Pada saat bersamaan, ada kekeliruan dalam memaknai jihad.
Istilah jihadists sering digunakan untuk menyebut orang- orang Islam yang terlibat terorisme. Padahal, serangan teror yang menewaskan banyak warga bukan jihad dalam arti sesungguhnya. Hal ini menyimpang dari ajaran Islam sekaligus pelabelan terhadap Islam dan Muslim.
Untuk mengatasi kondisi ini, para pemimpin agama dan organisasi masyarakat berbasis agama harus lebih proaktif menyebarkan ajaran agama yang tidak membenarkan terorisme dalam bentuk apa pun.
Saud mengatakan, terorisme cenderung tumbuh dari kalangan separatis, bekas wilayah konflik seperti di Poso dan Ambon, atau kelompok ideologis yang memperjuangkan negara Islam. Kelompok-kelompok itu semakin berkembang ketika memperoleh pengaruh, bahkan didikan militer, dari kelompok teroris internasional.
Meski aparat keamanan bekerja keras menumpasnya, jaringan teroris belum habis. Muncul faksi-faksi baru dengan karakteristik tersendiri. "Untuk mengatasinya, Polri tidak bisa bekerja sendirian. Terorisme tanggung jawab bersama," kata Saud.
Menurut pengalaman Nasir Abbas, jaringan tokoh-tokoh teroris di Indonesia bisa dilacak dari kelompok Negara Islam Indonesia yang awalnya dipimpin SM Kartosoewirjo. Meski sudah ditumpas TNI, ideologi dan gerakannya masih tumbuh.
Anda sedang membaca artikel tentang
Jangan Selewengkan Makna Jihad
Dengan url
http://preventcholesterolsoon.blogspot.com/2013/03/jangan-selewengkan-makna-jihad.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Jangan Selewengkan Makna Jihad
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Jangan Selewengkan Makna Jihad
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar